BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam
Islam, pendidikan menjadi suatu perhatian utama. Berdasarkan historisnya, hal
ini sesuai Al quran, wahyu yang pertamakali diturunkan Allah melalui malaikat
Jibril kepada nabi Muhammad SAW mengandung perintah membaca yang
mana membaca itu adalah salah unsur penting dari pendidikan itu sendiri,
seperti yang tercantum dalam ayat 1 – 5 surat Al- ‘Alaq.
Dalam
pendidikan semua orang memiliki kapasitas untuk belajar. Hal ini ditegaskan
Allah dalam ayat 2 surat Al-Fatihah. Disini juga menerangkan tentang peran
Allah dalam pendidikan.
Pendidikan
memiliki pengertian yang luas sehingga muncullah berbagai istilah dalam Islam
tentang pendidikan itu sendiri sehingga muncullah berbagai istilah dalam kosa
kata bahasa arab antara lain tarbiyah, ta’dib, ta’lim,
riyadhah, dan tadrib. Dari kelima kosa kata di atas yang yang
paling popular diperdebatkan oleh beberapa pemikir islam
adalah tarbiyah, ta’lim dan ta’dib.
Adapun
tujuan pembahasan tema ini adalah untuk mengetahui pengertian tarbiyah,
ta’lim, ta’dib, riyadhah, dan tadrib. Karena masing- masing
memiliki karakteristik yang yang berbeda dari segi implikasinya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pendidikan ?
2. Apa yang dimaksud dengan pendidikan
Islam ?
3. Apa macam-macam istilah yang dikenal
dalam pendidikan Islam ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pendidikan
Definisi
pendidikan dikemukakan para ahli dalam rumusan yang beraneka ragam, antara lain
sebagai berikut:
1. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
disebutkan bahwa pendidikan ialah:
Proses pengubahan sikap
dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
2. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia
No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 Ayat 1 dikemukakan:
Pendidikan adalah usaha
sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,
dan/atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang.
3. Jamil Shaliba dari Lembaga Bahasa Arab
Damaskus mengemukakan bahwa pendidikan (Arab, at-tarbiyah, Perancis, education,
Inggris, educatin, culture, Latin, educatio) ialah pengembangan
fungsi-fungsi psikhis melalui latihan sehingga mencapai kesempurnaannya sedikit
demi sedikit.[1]
Pendidikan
lebih daripada sekedar pengajaran, yang terakhir ini dapat dikatakan sebagai
suatu proses transfer ilmu belaka, bukan transformasi nilai dan pembentukan kepribadian
dengan segala aspek yang dicakupnya. Dengan demikian, pengajaran lebih
berorientasi pada pembentukan “tukang-tukang” atau para spesialis yang terkurung
dalam ruang spesialisasinya yang sempit, karena itu, perhatian dan minatnya
lebih bersifat teknis.
Jika
sistem pendidikan Barat sekarang ini sering disebut-sebut mengalami krisis yang
akut, itu tak lain karena proses yang terjadi dalam pendidikan tak lain
daripada sekedar pengajaran.
Perbedaan
pendidikan dengan pengajaran terletak pada penekanan pendidikan terhadap
pembentukan kesadaran dan kepribadian anak didik disamping transfer ilmu dan
keahlian. Secara lebih filsofis Muhammad Natsir dalam tulisan “Idiologi Didikan
Islam” menyatakan: “Yang dinamakan pendidikan, ialah suatu pimpinan jasmani dan
ruhani menuju kesempurnaan dan kelengkapan arti kemanusiaan dengan arti
sesungguhnya.
B.
Pengertian Pendidikan Islam
Dalam
rangka yang lebih terinci, M. Yusuf al-Qardhawi memberikan pengertian, bahwa;
“Pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya; rohani
dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya. Karena itu, pendidikan Islam
menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai maupun perang, dan
menyiapkannya untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan
kejahatannya, manis dan pahitnya.
Sementara
itu, Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai suatu “proses
penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan
nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di
dunia dan memetik hasilnya di akhirat.[2]
Secara
derivatif Islam itu sendiri, memuat
berbagai makna, salah satu diantaranya yaitu kata Sullam yang makna asalnya adalah tangga. Dalam kaitan dengan
pendidikan, makna ini setara dengan makna “peningkatan kualitas” sumber daya
insani (layaknya tangga, meningkat naik).
Selain
itu, Islam juga ditengarai sebagai bentukan dari kata istislam (penyerahan diri sepenuhnya keada ketentuan Allah), salama (keselamatan), dan salima, (kesejahteraan). Dengan
demikian, secara terminologis pengertian Islam tak dapat dilepaskan dari makna
kata asal dimaksud.
Untuk
jelasnya, maka konsep pendidikan menurut pandangan Islam harus dirujuk dari
berbagai aspek, antara lain aspek keagamaan, kesejahteraan, kebahasaan, ruang
lingkup, dan aspek tanggung jawab. Adapun yang dimaksud dengan aspek keagamaan
adalah bagaimana hubungan Islam sebagai agama dengan pendidikan. Sedangkan
aspek kesejahteraan merujuk kepada latar belakang sejarah pemikiran para ahli
tentang pendidikan dalam Islam dari zaman ke zaman, khusus ada tidaknya peran
Islam dalam bidang pendidikan dalam kaitannya dengan peningkatan kesejahteraan
hidup manusia.
Kemudian
yang dimaksud dengan aspek kebahasaan adalah bagaimana pembentukan konsep
pendidikan atas dasar pemahaman secara etimlogi. Selanjutnya asek ruang lingkup
diperlukan untuk mengetahui tentang batas-batas kewenangan pendidikan menurut
agama Islam.
Untuk
mengetahui hal itu perlu pula digunakan pendekatan yang didasarkan kepada aspek
tanggung jawab kependidikan itu sendiri. Tanggung jawab dalam pandangan Islam
sangat penting, sebab ia merupakan bagian dari amanat yang harus dilakoni oleh
manusia. Sehubungan dengan itu, maka Islam dalam ajarannya senantiasa
menempatkan kewajiban lebih dulu, baru sesudah itu penuntutan terhadap hak.
Makanya manusia harus mendahulukan kewajiban pengabdiannya kepada Allah,
sesudah itu baru diberi hak (peluang) untuk mohon pertolongan. (QS. 1: 4-5).[3]
Di
dalam masyarakat Islam sekurang-kurangnya terdapat tiga istilah yang digunakan
untuk menandai konsep pendidikan, yaitu tarbiyah,
ta’lim, dan ta’dib. Istilah yang
berkembang secara umum di dunia Arab adalah tarbiyah. Penggunaan istilah
tarbiyah untuk menandai konsep pendidikan dalam Islam, meskipun telah berlaku
umum, ternyata masih merupakan masalah khilafiyah (kontraversial). Di antara
ulama pendidikan muslim kontemporer ada yang cenderung menggunakan istilah ta’lim atau ta’dib sebagai gantinya.[4]
C. Macam-Macam Istilah Dalam Pendidikan
Islam
1. At-Ta’dib
Adab
adalah disiplin tubuh, jiwa dan ruh, disiplin yang menegaskan pengenalan dan
pengakuan tempat yang tepat dalam hubungannya dengan kemampuan jasmaniah,
intelektual, dan ruhaniah, pengenalan dan pengakuan akan kenyataan bahwa ilmu
dan wujud ditata secara hirarkis sesuai dengan berbagai tingkat dan derajatnya.
Kita
nyatakan bahwa adab dikenal sebagai ilmu tentang tujuan mencari pengetahuan.
Tujuan mencari pengetahuan dalam Islam ialah menanamkan kebaikan dalam diri
manusia sebagai makhluk sosial sebagai diri individu. Baik dalam konsep manusia yang baik berarti
teat sebagai manusia adab dalam pengertian yang dijelaskan disini, yakni
meliputi kehidupan material dan spiritual manusia.
Bagi
al-Attas konsep ta’dib untuk
pendidikan Islam adalah lebih tepat dari at-Tarbiyah
dan at-Ta’lim.[5]
Sedangkan tarbiyah dalam pandangannya
mencangkup objek yang lebih luas, bukan saja terbatas pada pendidikan manusia
tetapi juga meliputi dunia hewan. Sedangkan ta’dib
hanya mencakup pengertian pendidikan untuk manusia.[6]
Sementara Dr. Fatah Abdul Jalal beranggapan sebaliknya karena yang lebih sesuai
menurutnya justru at-Ta’lim. Nabi
SAW, bersabda:
أَدَّبَنِيْ
رَبِّيْ فَأَحْسَنَ تَأْدِيْبِيْ
Dari Ibnu Mas’ud: Tuhanku telah mendidikku, dan
dengan demikian menjadikan pendidikanku yang terbaik (HR.
Ibnu Sam’ani) (Al-Suyuthi, Jamius Shagir I: 14).
Kedatipun
demikian, mayoritas ahli kependidikan Islam tampaknya lebih setuju
mengembangkan istilah tarbiyah (pendidikan, education)
dalam merumuskan dan menyusun konsep pendidikan Islam dibandingkan istilah ta’lim (pengajaran, instruction) dan ta’dib (pendidikan
khusus, bagi al-Attas berarti pendidikan), mengingat cakupan yang
mencerminkannya lebih luas, dan bahkan istilah tarbiyah sekaligus memuat makna dan maksud yang dikandung istilah ta’lim dan ta’dib.
Dengan
jelas dan sistematik, al-Attas menurunkan penjelasan sebagai berikut:
1. Menurut tradisi bahasa Arab, istilah
ta’dib mengandung tiga unsur: pembangunan iman, ilmu, dan amal. Iman adalah
pengakuan yang realisasinya harus berdasarkan ilmu. Iman tanpa ilmu adalah
bodoh. Sebaliknya, ilmu harus dilandasi iman. Ilmu tanpa iman adalah sombong.
Dan akhirnya iman dan ilmu dimanifestasikan dalam bentuk amal, sehingga tidak
dikatakan iman yang lemah dan ilmu yang tidak bermanfaat.
2. Dalam hadits Nabi yang terdahulu secara
ekplisit dipakai istilah ta’dib dari addaba yang berarti mendidik. Cara Tuhan
mendidik Nabi, tentu saja mengandung konsep pendidikan yang sempurna.
3. Dalam kerangka pendidikan, istilah ta’dib mengandung arti: ilmu,
pengajaran, dan pengasuhan yang baik. Karena menurut konsep Islam, yang bisa
dan bahkan harus dididik adlah manusia.
4. Dan akhirnya, al-Attas menekankan
pentingnya pembinaan tatakrama, sopan-santun, adab dan semacamnya, atau secara
tegas, akhlak yang terpuji yang hanya terdapat dalam istilah ta’dib.
Konsekuensi
yang timbul akibat tidak dipakainya konsep ta’dib
sebagai pendidikan dan proses pendidikan adalah hilangnya adab, yang
berarti hilangnya keadilan yang menimbulkan kebingungan dan kesalahan dalam
pengetahuan, yang mana itu terjadi di kalangan muslimin masa kini. Berkenaan dengan masyarakat dan umat,
kebingungan dan kesalahan dalam “pengetahuan” tentang Islam menciptakan kondisi
yang memungkinkan pemimpin-pemimpin yang palsu dalam segala bidang kehidupan
bisa tampil dan tumbuh subur serta akan menimbulkan kondisi kezaliman.[7]
2. At-Ta’lim
Menurut
Abdul Fatah Jalal, proses ta’lim justru lebih universal dibandingkan
dengan proses tarbiyah. Ia mengutip al-Qur’an surah al-Baqarah ayat
30-34 sebagai berikut:
31.
Dan Dia mengajarkan kepada Adam
nama-nama (benda) semuanya, kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat
seraya berfirman, "Sebutkanlah kepada-Ku nama (semua) benda ini jika kamu
yang benar!"
32.
Mereka menjawab, "Mahasuci
Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada
kami. Sungguh Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana."
33.
Allah berfirman, "Hai Adam,
beritahukanlah kepada mereka nama-nama itu." Setelah dia (Adam)
menyebutkan nama-namanya, Allah berfirman: "Bukankah sudah Aku katakan
kepadamu, bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan Aku mengetahui apa
yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan?"
Menurut
Jalal, dalam ayat-ayat itu terkandung pengertian bahwa kata ta’lim jangkauannya
lebih jauh, serta lebih luas dari pada kata tarbiyah. Kemudian Jalal
mengutip ayat 151 surah al-Baqarah:
كَمَا
أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا
وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا
لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ
“Sebagaimana
(Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu
Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan
kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada
kamu apa yang belum kamu ketahui”.
Bedasarkan ayat ini,
menurut Jalal, kita mengetahui bahwa prose ta’lim lebih universal
dibandingkan dengan proses tarbiyah. Sebab ketika mengajar bacaan
al-Qur’an kepada kaum muslimin, Rasul SAW tidak terbatas pada membuat
mereka sekedar dapat membaca, tetapi membaca dengan perenungan yang berisi
pemahaman, tanggung jawab dan amanah. Dari membaca seperti ini Rasul membawa
mereka pada tazkiyah (penyucian) diri dan menjadikan diri itu berada
dalam kondisi yang memungkinkan untuk menerima al-Hikmah. Kata al-Hikmah
berasal dari kata al-Ihkam, yang berarti kesanggupan didalam ilmu, amal,
atau didalam kedua-duanya.
Jadi, berdasarkan
analisis diatas itu Jalal menyimpulkan bahwa menurut al-Qur’an, ta’lim lebih
luas dari tarbiyah. Berbeda dengan al-Attas, Jalal tidak membandingkan
dengan ta’dib.[8]
Jalal mengemukakan konsep-konsep pendidikan yang terkandung didalamnya
sebagai berikut:
Pertama,
ta’lim adalah proses pembelajaran secara
terus-menerus sejak manusia lahir melalui pengembangan funsi-fungsi
pendengaran, penglihatan, dan hati. Kedua, ta’lim tidak berhenti pada pencapaian
pengetahuan dalam wilayah (domain) kgnisi semata, tetapi terus
menjangkau wilayah psikomotor dan afeksi.[9]
3. Ar-Riyadhah
Zakiyah Daradjat
sebagaimana dikutip oleh Ramayulis mengatakan bahwa pendidikan Jasmani adalah
pendidikan yang berhubungan dengan tubuh manusia. Ia memegang peranan penting
dalam semua tingkah laku dan amal perbuatannya, baik yang berhubungan dengan
Allah maupun dengan sesamanya dan makhluk lainnya.
Sehubungan dengan hal
tersebut, maka Ramayulis mengatakan bahwa mendidik jasmani dalam Islam adalah
memiliki dua tujuan sekaligus, yaitu pertama, membina tubuh sehingga
mencapai pertumbuhan secara sempurna. Kedua, mengembangkan energi
potensial yang dimiliki manusia berlandaskan fisik, sesuai dengan perkembangan
fisik manusia. Sedangkan Abdurrahman Saleh menambahkan bahwa pendidikan harus
mempunyai tujuan ke arah keteramilan-keterampilan fisik yang dianggap perlu
bagi teguhnya keperkasaan tubuh yang sehat, juga menghindari situasi-situasi
yang mengancam kesehatan fisik para pelajar.
Fisik adalah cover bagi
semua komponen rohaniah manusia yang harus dijaga kesehatannya. Sebab antara
jasmaniah dan rohaniah mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Jika salah satu
dari keduanya sakit, maka kualitas keduanya akan merosok dan bahkan akan menjadi
fatal.[10]
Ar-Riyadhah berasal
dari kata raudha, yang mengandung arti penjinakan, latihan, melatih. Dalam
pendidikan, kata Ar-Riyadhah diartikan mendidik jiwa anak dan akhlak
mulia. Kata Ar-Riyadhah
selanjutnya banyak digunakan dikalangan para ahli tasawuf dan diartikan agak
berbeda dengan arti yang digunakan para ahli pendidikan dikalangan para ahli
tasawuf Ar-Riyadhah diartikan latihan spiritual rohaniah dengan
cara khalwat dan uzlah (menyepi dan menyendiri) disertai
perasaan batin yang takwa.[11]
4. At-Tadrib
Tadrib disini
lebih kepada ranah psikomotorik cakupannya, anak didik dilatih menjadi dan
memiliki keperibadian yang tinggi, dan mampu melakukan dan meng-aplikasikan
pengetahuan serta mengamalkannya dengan baik dan benar. Dengan demikian anak
didik menjadi orang yang beramal saleh dan kemudian mendapatkan kebahagian di
dunia dan akhirat.
Melalui
pelatihan-pelatiahan yang terus menerus dan berulang-ulang dalam pembelajaran
akan memberi bekas pada diri anak didik, sehingga pembelajaran benar-benar
terserap dan tahan lama. Dengan demikian anak didik dapat memiliki
potensi-potensi kemudian ahli di bidangnya.
Dalam
pendidikan islam tadrib sangat ditekankan penerapannya, bukan sebagai
kognitif sahaja yang tidak berpengaruh apa-apa bagi anak didik, akan tetapi
harus ada tadrib yang bisa dijadikan pedoman dalam pengamalan ibadah
khususnya dan perilaku secara umum. Dengan demikian tujuan pendidikan Islam
benar-benar terlaksana dan pencapaian yang maksimal. Tidak sebatas teori dan
kurikulum yang wajib diikuti disetiap jam kelasnya. Akan tetapi ada keterikatan
antara pembelajaran dengan kehidupan lingkungan anak didik yang nyata.[12]
Dari
sisi beban tanggung jawab agamanya, maka perjalanan hidup manusia terbagi dalam
tiga periode: masa pra-latih (di bawah 7 tahun), masa pelatihan/ tadrib (7 - 12
tahun), dan masa pembebanan/taklif (di atas 12 tahun).[13]
D. Dasar Dan Tujuan Pendidikan Islam
Prof.
Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany menyatakan bahwa dasar pendidikan Islam
identik dengan dasar tujuan Islam. Keduanya berasal dari sumber yang sama yaitu
al-Qur’an dan Hadits. Atas dasar pemikiran tersebut, maka para ahli didik dan
pemikir pendidikan Muslim mengembangkan pemikiran mengenai pendidikan Islam
dengan merujuk kedua sumber utama ini, dengan bantuan berbagai metode dan
pendekatan seperti qiyas, ijma’, ijtihad, dan tafsir. Sedangkan
tujuan pendidikan dihasilkan dari rumusan kehendak dan cita-cita yang akan
dicapai, yang menurut pertimbangan dapat memberi kebahagiaan dan makna hidup
bagi manusia, baik dunia maupun akhirat.[14]
E.
Konteks kekinian
Dalam
konteks kekinian khususnya pada era modern ini banyak yang berubah dalam dunia
pendidikan, yang dimana telah hilangnya konsep ta’dib dalam dunia pendidikan.
Menurut gagasan al-Attas tentang konsep ta’dib di dunia
kontemporer saat ini adalah suatu hal yang perlu disambut positif. Sebab, dunia
pendidikan Islam kita belum menemukan bentuk yang ideal untuk mencetak generasi
ilmuan muslim unggul yang bisa berbuat banyak dalam kancah dunia. Apalagi,
ilmu-ilmu yang terwesternized menjadi konsumsi publik dunia perlu
diislamkan demi menegakkan peradaban Islam yang bermartabat. Dunia
pendidikan Islam, sudah saatnya mengkonsentrasikan diri untuk membentuk
manusia-manusia yang beradab. Itu hanya bisa dilakukan jika dunia pendidikan
mengajarkan ilmu yang benar secara integratif.
Sedangkan ta’lim,
Ar-riyadhah dan At-ta’dib merupakan hal yang masih berlaku di dalam dunia
pendidikan islam khususnya, di karenakan ketiga aspek tersebut mudah diterapkan
dalam pendidikan islam.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
ü Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
disebutkan bahwa pendidikan ialah: Proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
ü M. Yusuf al-Qardhawi memberikan pengertian,
bahwa; “Pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya;
rohani dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya. Karena itu, pendidikan Islam
menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai maupun perang, dan
menyiapkannya untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan
kejahatannya, manis dan pahitnya.
ü Di dalam masyarakat Islam
sekurang-kurangnya terdapat tiga istilah yang digunakan untuk menandai konsep
pendidikan, yaitu tarbiyah, ta’lim, dan
ta’dib.
ü Dasar pendidikan
Islam adalah al-Qur’an dan Hadits, dengan bantuan berbagai
metode dan pendekatan seperti qiyas, ijma’, ijtihad, dan tafsir.
B. Saran
Pemakalah
menyadari dalam makalah ini masih banyak sekali kekurangan dan jauh dari kesan
“sempurna”. Oleh karena itu, kritik dan saran yang kontruktif sangat pemakalh
harapkan demi kesempurnaan makalah selanjutnya. Akhirnya semoga makalah ini
bisa bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Amiin.
DAFTAR PUSTAKA
Aly,
Hery Noer, 1999, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. II, Jakarta: Logos.
Azra,
Azyumardi, 2002, Pendidikan Islam: Tradisi Dan Modernisasi Menuju Milenium
Baru, Cet. IV, Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Jalaluddin,
H, 2003, Teologi Pendidikan, Cet. 3, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
R,
Marzan, 2007, Pendidikan Sepanjang Hayat Dalam Islam, Banda Aceh: Pena.
Rosyadi,
Khoiron, 2004, Pendidikan Profetik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
[2] Azyumardi
Azra, Pendidikan Islam: Tradisi Dan Modernisasi Menuju Milenium Baru,
Cet. IV, ( Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002 ), hal. 5.
[3] H.
Jalaluddin, Teologi Pendidikan, Cet. 3, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2003 ), hal. 70-71.
[11] http://makalahnih.blogspot.co.id/2014/09/makalah-pengertian-pendidikan-islam.html, diakses pada tanggal 2 Oktober
2016, pukul 13.30.
[12] https://headerimaging.blogspot.co.id/2015/12/tadrib-dalam-pendidikan-agama-islam.html,
diakses pada
tanggal 2 Oktober 2016, pukul 13.30.
[13] http://mediadidik.blogspot.co.id/2014/09/fase-tadrib-pelatihan-dan-fase-taklif.html,
diakses pada
tanggal 2 Oktober 2016, pukul 13.30.
Ganbatte! Come on friend educate ta'dib from now on.
BalasHapus